Yang Terbaik Untuk Ibu

Apa yang bisa kita berikan untuk Ibu kita, seberapun besar hal itu, kita tak akan menyamai kasih sayangnya, Mungkin Puisi ini bisa sebagai kalimah yang tak akan bisa diungkapkan.

Cinta Itu Sederhana

Kadang kita terlalu berlebihan menanggapi cinta seolah bisa merubah kita menjadi dewa, dan sering juga terlalu menangisi jika sakit karenanya. Cinta tak pernah sesulit itu.

Tempat Terindah Wanita

Seharusnya mereka berada di sisi terhangat dunia.

Sujud-sujud untuk Cinta

Cinta tak jarang membuat kita salah arah, cinta kadang terlalu berlebihan berada dipuncak melebihi segalanya. Sejenak saja puisi ini mencoba mengajak untuk mensujudkan cinta dihadapanNya.

Wanita Tanpa Pilihan

Banyak yang menganggap mereka sebelah mata, puisi ini mencoba merambah sisi dari lubuk hati paling dalam dari wanita-wanita senja.

Sunday 29 April 2012

SURAT RINDU



Surat Rindu

Sepucuk surat kutuliskan
Dengan tinta peluh kerinduan
Kulipat dengan begitu hangat
Semua isi hatiku sudah tersirat
Meski tangisku semakin lebat

Bacalah dengan mata hati
Hanya berisi seuntai kalimat
Namun sesak berjuta hasrat
Hanya sepatah salam yang kuberi
Namun mewakili semua mimpi

Kukirimkan kata ini melalui angin
Kugetarkan suaranya hilangkan dingin
Meski bersua mu terlampau ingin
Ku hanya bisa menatapmu melalui cermin

Semakin jauh kau di seberang
Seperti asap meinggalkan arang
Seperti air mengucilkan hilir
Masihkah parasku di benakmu terukir

Hanya harapku melalui surat kecil
Gemuruh resahku kian labil
Kini pesan itu sebagai wakil
Kerinduanku tak sekedar dalil

Tertanda dariku
Sebening cinta untukmu

Tuesday 24 April 2012

KAU DOAKU



Kau Doaku

seperti apa sebuah puisi
mampu membaitkanmu
seperti apa sebuah hikayat
mampu mengisahkanmu
seperti apa sebuah lagu
mampu melantunkanmu

masih tak ada

seribu lukisan ditorehkan
tak mampu menggambarkanmu
seribu lirik dituliskan
tak mampu mewakilimu
seribu bahasa dilahirkan
tak mampu mengartikanmu

masih tak bisa

kucoba merenungkanmu
tak nampak bayangmu
kucoba memikirkanmu
tak nampak ilhammu
kucoba memimpikanmu
tak nampak hadirmu

masih tak ketara

satu madah yang indah
satu saja yang kuingat
satu yang masih kupanjat
satu kata untukmu
adalah doaku

ELEGI BIMBANG


Elegi Bimbang

Terjatuhku berdiri di ambang
Tersandung aku terbang

Saturday 21 April 2012

NISAN JIWA



Nisan Jiwa

aku terpahat di batu yang rusuh
terukir dalam nisan yang berdebu
aku terpaku dalam di tembok retak
terkubur dalam di tanah yang berkerak
tercetak oleh riasan sang malam
terlukis dari warna suram

aku hidup dalam balutan salju
tapi batinku penuh bara di tungku
aku berjalan di atas padang sejuk
tapi penuh duri menusuk
aku lelap dalam selimut lembut
tapi bermimpi perang berkabut

aku berteriak dalam hampa
dengan suara tanpa nada
aku bercakap dengan angin
dengan lantunan begitu dingin
aku menantang ombak tajam
tapi terhempas lalu karam

aku berada diantara hewan
saling beringas dan tak bertuan
ikuti mereka dengan acuh
atau bertahan tercabik mengaduh
ragaku masih berdiri di depan
tapi jiwaku di bawah nisan

Thursday 12 April 2012

PERIH ITU MENGUKIRMU




Perih Itu Mengukirmu

Tak akan ku timang engkau
Dalam buaian sejuk di atas awan
Melainkan ku tanam dalam di bumi
Agar kau mampu berdiri
Bersanding dalam gelap terang dunia
Berjalan melampaui meski tertatih
Melewati jembatan kehidupan
Yang terkadang kejam tak terelakkan

Cintaku bukan untuk menyuapimu nikmat
Dalam sejuta harap yang kau pahat
Tapi ku bekali kau hikmah
Agar kau menunduk penuh sahaja
Memandang dengan penuh syukur
Limpahan hidayah yang tak terukur

Sayangku bukan mendatangkan cahaya
Penuh pesona yang menyilaukan
Namun mengajarkanmu melihat dalam gelap
Penuh ikhlas meski pintamu tak lengkap
Agar tak selalu kau menengadah
Melainkan bersyujud tabah

Rinduku tak pula menuntunmu
Mengantarmu kedepan pintu bahagia
Tapi menguatkanmu diatas jiwamu
Bahwa luka tak sekejam nampaknya
Luka yang menyayatmu
Ia pula yang membentuk hatimu
Mengasahmu hingga tajam
Melawan dunia yang benar kejam

Cinta sayang dan rinduku
Tak akan pernah sebaik kau mau

ketahuilah,

Air pun terkadang bergejolak
Sebelum akhirnya bening
Bambu pun terluka berteriak
Kala ia disayat agar runcing

Mengertilah,

Aku tak bisa memberimu nirwana
Karna aku pun tak punya kuncinya
Carilah dengan warisan dariku
Perih yang kelak mengukir senyummu

RISAU 2



Risau 2

Berlariku dalam gelap di hutan
Sepi merasuki kebisingan hati
Tersadar masih bisu
Jalan semakin buntu
Setapak sudah tak nampak
Jalan tikus sudah hangus

Masih aku di gelap hutan
Lebat hati semakin rusuh
Dikotori cermin masa depan
Kian saja bertambah rentan
Seperti pasar semakin gaduh
Hatiku berisik
Tak mau terusik

Semakin terbawa masuk kedalam
Banyak setan nampak pahlawan
Menggoda dengan janji dewa
Aku terperangah
Malu sudah tak berarah
Menerima sudah terlalu basi
Menolak tak punya harga diri

Bertambah lekat langkahku
Akar takut kian membelenggu
Menjerat dengan berlian
Menali dengan belai sang dewi
Bakal hilang warasku
Menerima hina dalam pujaan
Sungguh dusta semakin terpaku

Mengikuti hati namun tak pasti
Atau melawan namun di benci
Berada saja aku disini
Biar hidupku di rimba kelabu
Risauku semakin memandu



Catatan :
sejauh ini "Risau" yang tergambarkan dari kehidupan nyata penulis teridi dari 3 sekuel :
sekuel pertama Risau 
sekuel kedua Risau 2
sekuel ketiga Risau 3
silahkan klik masing-masing judul untuk membacanya. Trima Kasih.

Tuesday 10 April 2012

SENJA DI BUKIT KALBU


Senja Di Bukit Kalbu

Masih saja terngiang tuturmu
Kala rindu meresapiku penuh binar
Elok surya bercermin matamu
Hingga fajar tak juga pudar

Kini mentari itu telah sepi
Panasnya sudah tak membumi
Alunanmu kini hanya lirih
Meretakkan jantung dengan perih

Mentari itu semakin pergi
Terpuruk menghentakkan sunyi
Biasmu pun tak nampak lagi
Lukaku bak merobek pelangi

Semakin jauh mentari berlari
Menghujani dengan pekat menjerat
Tak berarti pun tetap ku bermimpi
Meski batinmu sudah tak lekat

Mentari pun berakhir musnah
Mengantar gelap untukku
Hatimu pun habis punah
Senjaku di bukit kalbu
Senjaku karenamu

Mentariku

Monday 9 April 2012

LAMPU BISU



Lampu Bisu
kau sempurnakan cintaku
dari rindu yang menjeratku
kau tenangkan amarahku
dengan sejuta empatimu

kau padamkan jiwa iblisku
dengan basuhan air sucimu
kau sabdakan pandikamu
kala aku berjalan keliru

begitu jelas nampakmu
meski sering ku ingkari itu
masih juga sadarmu
ketika tau aku adalah batu

tak kunjung habis baramu
meski beku dinginku
lagi, masih saja ada hatimu
meski senyap aku melihatmu

aku bagai lampu bisu

HILANG PARAS


Hilang Paras

panas menyambar dalam peluh
suara berbisik dengan gaduh
mereka seperti sok tau
menyambar dan menganggap benar
bising yang acap terdengar

mereka padamkan lampu
tapi bak melihat dengan binar
layaknya semua semakin rancu
cahaya hanya dalam mimpimu
kala tutup rapatnya mata
semua dosa ikut terbawa

panas menyengat lebih hangat
semua seperti batu padat
keras untuk dihancurkan
hitam terlampau pekat
putih tampak diluar saja
menjerat dengan pandang bersahaja
mereka hanya elok berbias
aku kehilangan paras

Thursday 5 April 2012

AKHIR DUSTA


Akhir Dusta

dustaku nampak sungguh
parasmu yang menarik mengadu
jemari lentik elok menari
lirik berbinar mata pelangi
kau bak ratu sang dewi

masih berdusta aku di malam
saat kau menghangatkan kelam
sayapmu sutra dari sulam
lembut bisik menyelimuti
kembaliku pada mimpi

masih jauh aku dusta
nampakkan luhur ayumu
santun sayu kau bersuara
mengalun suci ke hulu

sungguh yang ini

kala mulutku panas terkunci
dusta meleleh jauh di pantai
terlampau kudus ku ingkari
kau benar ada di hati

RENTAN


RENTAN

dunia ini sudah buntu
pikiranku semakin membuat keruh
suntuk terpahat di batu
risau tak juga luruh

bukit semakin tinggi
mentari sudah tak panas lagi
aku masih tak terbangun
mimpi kelam beruntun

hingar sudah sekitarku
masih sunyi kedalamanku

aku berkaca pada cermin angin
hambar pandanganku dingin

rusuh sudah telingaku
beriak pada kata kalbu

bangsat pula punya teman
membawa air di halaman
tapi dibuang di depan muka
sudah tau dia aku dahaga

ku racun saja teman seperti ini
biar tak berisik lagi
menambah sendu malam
menanam pikiran suram

semakin gelap saja hari
tak enggan pulang juga pergi
                                                                           
jalan menuju terang sering dihadang

mundur kembali kenyang caci maki

kusam sudah raut wajah
mencari diri terlalu lelah

rentan sungguh aku sendiri