Yang Terbaik Untuk Ibu

Apa yang bisa kita berikan untuk Ibu kita, seberapun besar hal itu, kita tak akan menyamai kasih sayangnya, Mungkin Puisi ini bisa sebagai kalimah yang tak akan bisa diungkapkan.

Cinta Itu Sederhana

Kadang kita terlalu berlebihan menanggapi cinta seolah bisa merubah kita menjadi dewa, dan sering juga terlalu menangisi jika sakit karenanya. Cinta tak pernah sesulit itu.

Tempat Terindah Wanita

Seharusnya mereka berada di sisi terhangat dunia.

Sujud-sujud untuk Cinta

Cinta tak jarang membuat kita salah arah, cinta kadang terlalu berlebihan berada dipuncak melebihi segalanya. Sejenak saja puisi ini mencoba mengajak untuk mensujudkan cinta dihadapanNya.

Wanita Tanpa Pilihan

Banyak yang menganggap mereka sebelah mata, puisi ini mencoba merambah sisi dari lubuk hati paling dalam dari wanita-wanita senja.

Friday 24 August 2012

RENJANA SERAT SAUJANA



Renjana Serat Saujana

Ke barat kita makin tuju
tapi jalan tak satu, kian membelan
liku memisah titian kita bersarak
Kita tak padu tawang,kerap cewang
gubuk-gubuk pudar dari andang
awan-awan menghitam kelam
lau hilang

Kirana kembali singgah, gelisah
Enggan aku merayu lewat belaian
tak kuasa menimang dengan buaian
lelah sayap patah gelepur
jalanan makin garang
siang, malam lamban berbincang
awan-awan menghitam kelam
lalu hilang

Kirana kembali pergi, resah
kusirat hati merentet dedaunan
kukait cinta rajut dahan-dahan
lantas kutitip renjana pada sang luna
disana, engkau pasti nyenyak pirsa
sekilas roman setitik terbayang
bermuka-muka di cermin terawang
awan-awan menghitam kelam
kembali hilang

Wednesday 22 August 2012

MUAK



Muak

Dunia padat pekat
Lekat bersimbah ramai saja
Lalu lalang manusia buta
Serimpet jalanan tak tuju
Otak kecil pula membatu

Lihat film tanpa hikmah
Ikut saja membuana ria
Lihat lagu tanpa makna
Ikut saja sambil tuli
Liat fashion tanpa wadah
Ikut saja, asal kena
Lihat nepotisme membudaya
Ikut saja, tambah kolega
Lihat korupsi kian bersemi
Ikut saja, asal terisi

Ah! Ramai dunia makin muram
Dipenuhi si bodoh ramai menggentam
Si bodoh ikut beramai dalam api
Lalu mati hangus tak sadari
Sesak aku bernafas racun rusuh
Muak aku disini ramai sekali
Muak aku hingar kembali

Thursday 16 August 2012

KAMI, SEIKAT SAPU LIDI



Kami, Seikat Sapu Lidi

Kami lahir terantai dari bumi
Tumbuh berdiri diatas tanah berbatu
Kami tertanam dalam di gersang
Kering kerontang, tak tersirami
Kami anak-anak berjalan tercabir
Berlayar seberang di atas pasir

Keras hidup memecah berantah
Terbuang canda
Tersingkir tawa
Tangan tak sanggup memapah jalan
Hidup dalam timbunan kuncup
Punya kami, hanya tanah dipijaki
Dan bayang kami sendiri

Tapi,
Bergandeng kami mengenggam ardi
Menabur mimpi di ladang mentari
Angan tumbuh sepanjang jejak
Cekang membatu terukir asma
Pada nisan kami tertancap, serempak

Satu kami bisa diterjang
Seikat kami tak mampu dihadang
Satu kami bisa dipatah
Setali kami mematri huriah

Sunday 12 August 2012

KASIH DI PUCUK MERIH


Kasih Di Pucuk Merih

Nyanyi derai rintik membasuh hati
Gumam pelangi meraut sendi
Kala bisikan bulan merasuki malam
Kesunyian berbaring di angan
Kata bisu tak sempat tertuang
Lagu kasih tak jenak terhidang

Lilin di gubuk melukis langit-langit
Menghitam nyaliku erat menggari
Berduyun asap berumbai, merantai
Bisikku dipudar, kian cabar

Meratap gagap kata belum terucap
Tertelan kembali karena senyummu
Gelisahku, resahku
Gentar, tertatar
Ulah manja yang jatuhkan sang raja
Dan suaraku terbabas, beringas

Tutur asih hanya di merih
Kian ujung kian repih

Friday 10 August 2012

RONA PADAM KIRANA


Rona Padam Kirana

berlari waktu sisihkan kita
tarik embun tak sempat tercucup
belum jua usai kita untuk hidup
terpukul lebam penguasa malam
kita terperangah terbentur durhaka

buta kita, hati nelangsa
gemuruh ricuh mengusik kalbu
terhidang dosa di sajian silam
tak nyenyak tersuap, meluap
meski enyah tertelan, perlahan

tak tahu kita, dibalik cahaya
mentari tak lagi berseri
gelora jadi tandus ladang jiwa
meski kadang mengharap rintik tirta

Ah! kini kering sudah
bak mendamba telaga di kirana

Thursday 9 August 2012

SEJOLI DI BAWAH KANOPI



Sejoli Di Bawah Kanopi

kami bergandeng, diam kami khusuk
kami berteduh, senyum kami beradu
berembun rumput terinjak jemari
sebak peluh kami, dentang tajam jantung
mendebar kalbu genderang rindu

lama kami tak bagini, tak seuntai
pilu menebar sendu karena candu
candamu
bisikmu
geliat bibirmu
kini kusuapi dalam di mata
ku tali bayang dalam hati
Ah! kami bertatap tak pernah usai

kian lama kami menanam imaji
bersolek pada debar-debar kalbu
bersentuhan nafas kami aroma kenanga
kami bertutur cinta tanpa aksara
mengumbar asmara dengan pesona

kami makin tertimbun gelora
tak lihat awan putih atau hitam
malam atau pagi, tak lagi peduli
kami cukup bertahta dibawah kanopi
aku narapati dan kau sang dewi

Tuesday 7 August 2012

BILUR SANGKALA SEKUJUR


Bilur Sangkala Sekujur

Kepak sayap terlanjur patah
diuntai darahku mengalir percuma
dulu hinggap lama larut buang masa
kini meronta, meratap
api telah padam tinggal asap

Langkah kaki terlanjur angah
merantai setumpuk sesal berjubal
hiruk-pikuk bebani titian
campur dosa musim lalu kian masak
tak terkejar meski aku meluru
badai menerjang di empat penjuru

Genggam tangan terlanjur repih
memunguti serpih mimpi di jerami
berlumuran sampah dari jejak terbuang
merangkul menarik berat pedati
terpenuhi luapan bunga berguguran

Segala napas selira terlanjur buncah
silam menyayatku hingga ia beraja
lukaku semakin membalur
dicambuk sangkala kian tersungkur